Etimologi
Thomas Stamford Raffles dalam bukunya 
The History of Java mengungkapkan bahwa nama Gresik berasal dari kata 
giri gisik, yang berarti "gunung di tepi pantai", merujuk pada topografi kota yang berada di pinggir pantai.
Sejarah
Menurut catatan dari Tiongkok, Gresik didirikan di abad ke-14 oleh seorang Tionghoa
[2]
Sejak abad ke-11, Gresik menjadi pusat perdagangan dan kota bandar yang dikunjungi oleh banyak bangsa seperti, 
Cina, 
Arab, 
Champa, dan 
Gujarat. Gresik juga sebagai pintu masuk 
Islam pertama di Jawa, yang antara lain ditandai dengan adanya makam-makam Islam kuno dari Syekh 
Maulana Malik Ibrahim dan 
Fatimah binti Maimun[3]. Gresik sudah menjadi salah satu 
pelabuhan utama dan kota dagang yang cukup penting sejak 
abad ke-14, serta menjadi tempat persinggahan kapal-kapal dari Maluku menuju Sumatera dan daratan 
Asia (termasuk India dan Persia). Hal ini berlanjut hingga era 
VOC.
Tahun 1411 penguasa Gresik, seorang kelahiran 
Guangzhou, mengirim utusan ke kaisar Tiongkok. Di abad ke-15, Gresik menjadi pelabuhan dagang internasional yang besar. Dalam 
Suma Oriental-nya, 
Tomé Pires menyebutnya sebagai "permata pulau Jawa di antara pelabuhan dagang".
Pada era 
VOC, Afdeeling Gresik terdiri dari Kabupaten Gresik, Kabupaten 
Lamongan, dan Kabupaten 
Sedayu. Kota Gresik sendiri berada pada jalur utama jalan pos Daendels. Perkembangan 
Surabaya yang cukup pesat memaksa dihapuskannya Kabupaten Gresik dan bergabung dengan Kabupaten Surabaya pada tahun 
1934.
Pada awal Kemerdekaan Indonesia, Gresik hanyalah sebuah 
kawedanan di bawah Kabupaten Surabaya. Didirikannya Pabrik Semen Gresik pada tahun 
1953 merupakan titik awal industrialisasi di Gresik. Pada tahun 
1974, status Kabupaten Surabaya dihapus dan sebagai penggantinya adalah Kabupaten Gresik, dengan bupati pertama 
H. Soeflan. Kawasan permukiman pun semakin melebar, dan bahkan pusat pemerintahan dipindahkan ke Kawasan Bunder.